Berbicara Tentang Nilai
Beberapa
saat yang lalu saya selesai membaca Buku "The Subtle Art of not
Giving A F*ck" oleh Mark Manson (buku yang bagus dan menghibur
sekali btw, tapi akan saya bahas di postingan review setelah ini ya). Hal
menarik di dalam buku ini, Manson membahas soal Nilai. Apa-apa saja yang kita
anggap penting di kehidupan kita. Sama halnya dengan permulaan buku Bailey
dimana ia menuliskan tujuan produktivitas kita akan sangat ditentukan oleh
nilai yang kita percaya, anut, dan prioritaskan.
Dari dua
penulis yang berbeda, sedikit slenge'an, kita diajak berpikiri soal NILAI.
Foto diambil di Helsingor M/S Maritime Museum of Denmark oleh Mas @hafidznovalsyah
Nilai
atau value, adalah the regard that
something is held to deserve; the importance, worth, or usefulness of
something. Artinya, nilai adalah konsep yang
menunjuk pada hal hal yang dianggap berharga dalam kehidupan manusia, yaitu
tentang apa yang dianggap baik, layak, pantas, benar, penting, indah, dan
dikehendaki oleh masyarakat dalam kehidupannya.
Nilai ini ada banyak sekali macamnya, dan akhirnya menentukan gimana
cara seseorang melihat dan menjalani kehidupannya.
Contohnya, saya punya teman yang selalu melihat soal harta. Saya
asumsikan bahwa nilai yang dia pegang adalah nilai kekayaan. Jadi apapun yang
dia bahas selalu dikaitkan dengan harta. Waktu dia ngelihat orang lain pun yang
dia perhatiin hartanya dulu. Apa tasnya Balenciaga lah, jamnya Fossil lah,
prewednya ke Eropa lah, dsb. Salah ga? Ya menurut saya yang tidak
menjadikan value "kekayaan" sebagai sebuah
prioritas, tentu hal itu jadi kurang penting -bukan berarti salah.
Yang terjadi sekarang ini orang makin tidak toleran dengan
perbedaan value atau nilai yang dianut. Orang karena ga
menganggap nilai "agama" lebih penting dari yang lainnya, dianggap
tidak agamis dan tidak baik. Orang saat menganggap nilai "pendidikan"
nomer dua, dianggap tidak intelek, dsb. Padahal, ada banyak sekali kesempatan untuk
saling melengkapi kalau orang-orang menghormati dan toleran terhadap
nilai-nilai orang lain.
Contohnya, teman-teman kita yang menjadi pegiat sampah, menganggap bahwa
bekerja full memberi konseling, arahan, dan binaan bagi
teman-teman yang tinggal di TPA, menganggap nilai 'keuntungan' menjadi nomer
sekian karena menurut mereka 'pelayanan' lebih fullfiling dan
membuat happy. Untuk seorang karyawan yang mengejar 'kemapanan'
pasti akan sulit memahami yang dilakukan aktivis ini, dan si aktivis pun akan
sulit memahami motif si karyawan.
Buat apa kerja capek-capek setiap hari tapi gak jadi kaya, bau-bauan
lagi di tempat sampah?
Buat apa kerja jatuh bangun auto pilot, tapi ga berguna buat
orang lain?
Kira-kira itu mungkin pikiran egois yang muncul. Padahal namanya peran
dalam masyarakat itu saling melemgkapi. Kalau semua orang mengejar value kekayaan,
siapa yang memberikan pelayanan? Kalau semua orang memprioritaskan value keteraturan,
siapa yang mau breaking the rule dengan spontanitas?
Cara pandang ini sekarang membuat saya berpikir dua kali sebelum nge-judge orang
lain. Saya kira-kira apa sebenernya yang jadi motifnya melakukan sesuatu hal
dan saya asumsikan nilai yang Ia pegang. Hasilnya adalah saya lebih kurang
melihat segala sesuatu sebagai sebuah dualitas benar-salah. Pribadi saya
menjadi lebih toleran, menjadi lebih menginginkan harmonisasi, di sisi lain
menjadi lebih kritis dan mungkin tidak lagi menyediakan jawaban yang bikin
nyaman bagi teman-teman di sekitar saya.
Yang menarik soal nilai adalah kadang mereka berubah, mengikuti
perubahan orang tersebut. Saya sepuluh tahun lalu mungkin menikmati menganggap
poularitas sebagai hal yang penting. Nonton pensi, pacaran sama anak band, foto
sedemikian rupa dengan editan kekinian. Saya lima tahun lalu menganggap value
'pengalaman' menjadi prioritas. Daftar magang di sana, di sini, rela ga
dibayar, dan selalu haus melakukan apa pun yang saya pikir akan saya sesali
jika tidak dilakukan selagi muda.
Saya yang sekarang mungkin sudah berubah menjadi seorang ibu, istri, dan
sudah punya interest yang jauh berbeda dibandingkan
periode-periode sebelumnya. Kini saya mudah mengagumi orang yang berjuang untuk
orang lain, yang mengejar passionnya, yang merasa content denan
kehidupannya. Saya rasa kini saya mementingkan nilai 'keberperanan' dan
'pemenuhan'. Hasilnya secara tidak langsung saya ingin berteman dan membangun
relasi dengan orang-orang yang mementingkan value yang sama,
dan secara tidak langsung pula mencoba memahami teman yang bersisihan,
mamaklumi mereka yang berseberangan, dan tanpa bermaksud menjauh, berjarak dari
mereka yang merugikan.
I guess that is a big and important part of growing up.
Comments
Post a Comment