Mengusahakan Rumah Minim Sampah
Awal-awal saya browsing soal eco friendly dan sustainable living, saya menemukan istilah 'zero waste', yang berarti mengusahakan untuk tidak membuat sampah dengan cara reduce, reuse dan recycle. Waktu itu, dan hingga sekarang sih, saya pikir untuk rumah tangga saya sendiri masih mustahil menerapkan zero waste karena pada prakteknya cuma saya yang mengadaptasi gaya hidup ini, suami belum. Belum lagi saya punya balita, yang mana banyak kebutuhannya masih banyak yang hanya bisa dipenuhi dengan barang sekali pakai (bungkus mainan, vitamin, puyer dll).
Tapi saya pikir, setidaknya bisa mengurangi sampah dengan menggunakan barang pengganti dan memperpanjang guna barang agar ga mencemari dan berkontribusi sama kerusakan lingkungan. Akhirnya nemu lah konsep less waste, yang menurut saya versi lebih applicable untuk rumah tangga saya saat ini. Mugkin kalau suatu saat udah di rumah sendiri, yang punya pekarangan dan bisa bikin Lubang resapan biopori dan nanem hidroponik sendiri, akan jauh lebih berkurang sampah yang dihasilkan karena sejauh ini yang paling banyak adalah sampah organik sisa bahan makanan dan tumbuh-tumbuhan yang terpaksa dibuang karena ga semuanya bisa diolah lagi di lahan dan tempat yang minim.
Sejauh ini yang sudah berhasil saya lakukan di rumah adalah:
1. Menambah tumbuh-tumbuhan hijau sebagai pembersih udara alami
Ga ada yang ngalahin senengnya punya banyak hijau-hijau di rumah. Selain bisa membersihkan udara dan mengatur kelembaban, punya banyak tanaman juga bisa mengurangi stress lho. Karena ga punya taman, saya bergantung banget sama plant hanger dari macrame dan juga pot-pot kecil yang irit tempat. Untung saya juga bisa bikin sendiri, belajar saat ada workshop macrame plant hanger yang diadakan oleh Craffein Labs di Solo awal tahun kemaren.
Reduce: pembelian serap air untuk mengurangi lembab, penggunaan air humidifier.
2. Menggunakan Cahaya Natural Semaksimal Mungkin
Untung saja rumah kami di Surabaya ini letaknya pas di perempatan, sehingga kami bisa dapat jendela di depan dan samping rumah. Kalau siang bener-bener kami udah ga butuh lampu lagi karena cahaya sudah tercukupi dari luar. Minusnya cuma debu yang banyak sekali masuk ke rumah.
Reduce: Pemakaian bohlam lampu.
3. Regrowing tanaman
Sejauh ini saya baru melakukan regrowing atau menumbuhkan kembali alpukat. Butuh waktu berminggu-minggu sampai akarnya keluar. Nah yang di atas ini baru dua minggu-an, dan udah keluar sedikit di bagian bawah yang kelihatan kalau diperhatiin dari dekat. Sebagai pecinta alpukat (tips peram ada di Instagram saya), buah ini hampir ga menghasilkan sampah organik apapun. Dagingnya dimakan, kulitnya dikeringkan lalu masuk freezer untuk pewarna alam, dan bijinya bisa ditumbuhkan kembali. Ada sih natural dyer yang pakai bijinya juga untuk pewarna alam, tapi kayaknya belum banyak yang pakai sejauh pengamatan saya.
Reuse: Sampah organik sisa buah alpukat.
4. Membuat Ecoenzym
Ecoenzym atau ekoenzim adalah cairan yang dibuat dari sisa kulit buah dan sayur, lalu ditambahkan air dan gula merah. Selebihnya tentang ecoenzym gimana sejarahnya bisa lihat di sini. Nah, cara buatnya juga gampang sekali. Kumpulin sampah kulit buah atau sayur. Lalu dengan perbandingan 3:1:10 untuk sisa buah: gula merah: air, campur di botol plastik dengan tutupnya selama 3 bulan. Dalam sebulan pertama, sehari sekali buka tutupnya selama kurang dari 5 detik untuk melepaskan gas. Gunanya buat apa? Ecoenzym ini bisa jadi pembersih alami, pupuk tanaman dan juga obat pestisida alami.
Reuse: Sampah organik sisa buah dan sayuran.
Recycle: Pembersih kimia dan pupuk kimiawi.
5. Mengumpulkan botol bekas dan Ecobrick
Suami saya sering banget pulang bawa snack kemasan dari rapat atau terbang, dan biasanya di dalam kemasan udah ada botol minum sekali pakai. Belum lagi kalau ada tamu datang, kadang bawa jajanan plastik yang banyak. Seringnya memang segimanapun kita ngurangin sampah plastik, tetap ga bisa menghindari, seperti bungkus sachet kopi, obat, vitamin dll. Nah biasanya bungkus plastik itu saya kumpulkan, bersihkan (kalau perlu cuci bersih, misal bungkus sirup atau bumbu) dan dikeringkan dengan cara diangin-angin. Setelah itu bisa dimasukkan, lalu dipadatkan di botol plastik agar jadi ecobrick. Selengkapnya tentang ecobrick bisa baca di sini.
Nah ecobrick ini nanti bisa digunakan sebagai bahan pembuatan furnitur maupun bangunan. Caranya juga gampang banget, kita cuma perlu memadatkan sampah plastik di dalam botol pakai tongkat, lalu tunggu sampai penuh. Berat satu ecobrick nanti sekitar 200=250 gr. Sementara ini ecobrick yang ada di rumah saya kumpulkan di bank sampah dekat rumah, di Gang Gurami Lebar, Perak Barat.
Reuse: Sampah plastik sekali pakai.
6. Menyortir sampah
Awal-awal saya mau menyortir sampah, saya selalu nunggu sampai 'Nanti ah mau beli tempat sampah kotak yang lucu-lucu dan emang khusus untuk waste sorting bin'. Daripada nunggu nanti-nanti mending dimulai dulu dari beli super murah di tukan keliling, satunya cuma Rp15.000,-! Saya beli hijau untuk sampah organik (tetap diplastikin karena sampah organik saya masih dikumpulkan tukang sampah), Biru untuk barang yang akan disumbangkan ke bank sampah (kemasan tetra pack, bungkus karton susu, sereal, dll) dan merah untuk sampah yang tidak bisa didaur ulang seperti tissue, kapas, perban dll. Nah setelah rajin menyortir sampah gini, saya buang sampah (kecuali organik) bisa sampai dua mingguan, dari sebelumnya bisa tiga hari sekali sudah penuh. Di Swedia sih memang udah diterapkan sejak saya tinggal di sana, dan seharusnya memang menurut saya dimulai dari skala rumah tangga. Ga mahal kok, mudah lagi.
7. Menggunakan barang reusable pengganti single use.
Nah di atas ini beberapa barang yang bisa dipakai berulang kali dan jadi pengganti barang sekali pakai sehari-hari kita. Contohnya (sesuai arah jarum jam dari kiri tengah):
- Kini, kalau cuma lap-lap sedikit saya selalu pakai wash clothes atau Wettex. Btw, Wettex dari Swedia ini adalah lap microfiber dari bahan alami yang aduhai mantap betul untuk lap-lap apa aja dia pasti bersih. Bersihinnya juga gampang tinggal cuci pakai mild soap aja.
- Cloth Diaper atau clodi, ini saya beli di Suzanna Baby Shop dan murah cuma Rp40.000,- udah bisa dipakai berkali-kali dan modelnya pull up pants bukan buttoned up. Clodi ini beda sama yang saya pakai untuk Alyaka waktu dia bayi, karena ga ada insert, hanya ada bagian pelapis di daerah pipis. Menurut saya ini lebih ke training pants karena volume serapannya ga gitu banyak. So far kalau cuma sekali pipis di malam hari dia bisa tahan, dan siang Alyaka sudah diaper-free.
- Glovv microfiber, untuk bersihin wajah pengganti kapas. Ini juga udah banyak yang pakai, dan sejauh ini saya ga ada komplain. Karena pernah juga nyoba bersihin heavy make up pake Glovv ini, lalu saya usap lagi pakai micellar water dan bersih! Pakai bagian dalam untuk make up berat misal lipstick, mascara dan eyeshadow; lalu pakai bagian luar untuk base make up.
- Bamboo Toohbrush menghindari sampah plastik dari pemakaian sikat gigi bahan plastik yang sulit diurai. Saya juga suka banget sama tekstur bulunya, sejauh ini ga ada komplain juga.
− ✤ −
Selain barang-barang di atas saya juga sudah rutin bawa stainless steel straw saat pergi, juga produce bag untuk produk timbangan saat belanja, dan bawa tote bag untuk menghindari kresek. Btw kresek di rumah juga masih banyak sekali sisa jauh sebelum saya pergi ke Swedia, dan beberapa masi kecolongan saat suami jajan sendiri huhu. Sementara ini masi disimpan untuk ditaruh di tempat sampah. Masih berusaha menghindari, semoga jadi lebih baik.
Saya salut banget sama teman-teman lain yang udah taking zero waste to the next level dengan bikin skincare sendiri, sabun batangan sendiri dan cuci pakaian pakai lerak. Itu butuh banyak effort dan keseriusan dan jujur aja saya belum mampu. Makin kesini memang makin kerasa tantangannya ada di dalam diri kita sendiri, tergantung kitanya males atau enggak. Emang sih buang sampah asal itu lebih simpel, ga perlu dipilah pilah. Pakai barang sekali pakai juga simpel ga perlu cuci-cuci atau bersihin lagi, tapi bayangin efeknya akan tetap ada sampe ratusan tahun lamanya. Bisa aja yang nanti menanggung adalah anak cucu sendiri.
Selain itu, menerapkan gaya hidup ini harus siap-siap sama omongan orang dan siapin jawaban yang mengedukasi saat dijudge mentah-mentah (pengalaman, uhuk). Karena sustainable living adalah masa depan semua orang kalau mau tetap hidup di planet yang asri, dan cepat atau lambat semua harus merasakan urgensinya. Semoga makin banyak orang yang memulai, agar makin banyak juga orang yang mengikuti. AAMIIN!
So inspiring mbaa. Keep updatee mba taniaaa ❤
ReplyDeleteAkupun pingin juga seperti mba tania diet plastik.
I start from myself. Walaupun orangtua sendiri ketika ngeliat aku beli stainless straw komennya " sing sing wae" wkwkwk.
Tapi kadang kaya masi suka malu dan punya mindset ribet banget deh ketika beli sesuatu di supermarket ataupun toko" musti bawa tas sendiri hehehe
Haha iya pasti ortu mikirnya ribet ko, karena ini gaya hidup yang baru. Aku percaya banget semua dimulai dari skala rumah tangga, karena anak belajar keterampilan hidup sehari-hari dari orangtuanya. Nah kalo bisa stop pakai plasti dan ribet-ribet sedikit untuk menghindari kontribusi ke keribetan beratus tahun kemudian, menurutku ga ada yang perlu ditakuti. Semoga makin banyak yang ikut berperan ya di diet plastik dan hidup berkelanjutan ini. Semangat <3
ReplyDelete