Being a Conscious Mama with a Baby (ies)
Masa-masa di mana saya jadi ibu dengan newborn memang udah lama lewat, tapi saya masih bisa ingat satu dua hal yang engga eco conscious sama sekali waktu jadi new mom. Teringat kemaren Melisa, teman saya yang juga sama-sama mulai eco conscious journey sama saya nanya soal diaper bag yang dibawa ke RS.
"Yah jaga-jaga bawa diaper aja mel, kadang kalo pake punya RS mereka nge chargenya lumayan"
"Berarti ga bisa pake popok kain aja ya un?"
"Wah orang RS mana mau ribet, bayi kan pipisnya bisa dua jam sekali. Kalo dipakein popok kain mereka pasti terlalu ribet dan ujung-ujungnya suggest pake diaper juga"
Emang segimanapun kita nyoba buat mengurangi penggunaan sampah plastik, tetep aja sulit untuk ngajak orang lain buat 'sedikit lebih ribet' dan kita pun harus bisa compromise satu dua hal. Padahal, banyak sekali sampah yang memerlukan waktu lama untuk terurai di tempat pembuangan akhir dan microplastic-nya mencemari lautan yang ujung-ujungnya tetep kita konsumsi dalam jumlah kecil dari air yang kita minum atau makanan.
picture source: ( https://medium.com/change-climate-change/https-medium-com-change-climate-change-a-microscopic-threat-to-our-health-and-the-environment-7df05431b7de ) credit to respective owners.
Tapi, kalau mau melakukan effort lebih, sebenernya ada satu dua hal yang bisa jadi substitute barang sekali pakai dan disposable yang jamak kita temui saat punya bayi. Apa aja ya kira-kira?
1. Ganti disposable diaper dengan cloth diaper
graphic source ( https://www.saveonenergy.com/material-decomposition/ ) credit to respective owners
Dari grafik di atas dan grafik sebelumnya, disposable diaper atau popok sekali pakai ini butuh waktu yang relatif lama sampai bisa terurai, sampai 450 tahun! Yang bikin dilema adalah, meskipun bisa terurai dengan bantuan sinar matahari dan udara, tetap sulit untuk proses penguraiannya saat di TPA. Belum lagi disposable diaper ini butuh banyak pohon untuk bisa diproduksi, dengan tambahan milyaran galon minyak setiap tahunnya. Bisa baca selengkapnya di sini.
Efek jangka panjangnya ga cuma untuk lingkungan, ternyata ada banyak drawbacks untuk kesehatan juga, misalnya virus di feses bayi yang bisa mencemari lingkungan. Nah, saran saya sih kita bisa pakai popok kain sedini mungkin. Dulu, Alyaka sampai usia tiga bulan selalu saya pakaikan popok kain. Emang ribet banget, dan resikonya juga dia bisa ga nyenyak tidurnya karena risih basah. Tapi ada juga kok alternatif eco friendly-nya, kita bisa pakai clodi atau cloth diaper.
Ilustrasi clodi source ( https://norasnursery.com/products/perfect-peonies-cloth-diapers-7-pack )
Pertama kali banget saya tahu soal cloth diaper ini saat temen saya yang udah duluan punya bayi, Tiko, kasi masukan tentang alternatif disposable diaper. Waktu itu Tiko saranin untuk kepoin instagramnyasalah satu mommagram yang konsisten pakein clodi ke anaknya, bisa cek ke The Asmoros.
Nah, carilah saya clodi ini ke olshop dan baby shop di Solo yang lumayan lengkap. Untuk langganan saya di Solo dan Surabaya boleh cek ke postingan saya yang ini. Ternyata, meskipun udah beli yang size newborn, tetep terlalu besar buat Alyaka. Makanya saya baru bisa pakein waktu dia udah tiga bulan agak lebih montok dan clodinya ga bocor kanan kiri.
Alya umur 7 bulan pakai clodi. Fungsinya kaya diaper biasa, dan biasanya saya pakein clodi kalau dia pakai baju onesie, pergi-pergi, atau lagi duduk di nuna leaf atau stroller.
Bersihin clodi ini juga lumayan gampang kok, cuma dimasukin ke net-nya aja dan cuci di mesin cuci, atau kalo cuci tangan ya bisa direndem dulu agak lama sebelum dikucek. Paling bagus memang dikeringin pake sinar matahari sampe bener-bener kering agar bakterinya hilang.
Nah agar gak lama-lama jug apakai clodi, ada baiknya kita mulai toilet training sedini mungkin. Jadilah bertanggungjawab sama lingkungan dengan mengurangi popok sekali pakai ini :)
graphic source ( https://www.saveonenergy.com/material-decomposition/ ) credit to respective owners
Nah, pakai tissue, tissue basah dan kapas bulat-bulat saat ada bayi ini yang kadang ga bisa kita hindari sama sekali. Tapi sebenrnya bisa diminimalisir kok asal kita konsisten pakai lap-lap kering ukuran kecil yang sekarang banyak dipakai lagi untuk ganti tissue sekali pakai. Inget ga sih dulu orangtua jaman dulu suka bawa saputangan kemana-mana? Nah kenapa ga coba pakai agar sampah tissue juga berkurang.
Kalau saya paling suka emang beli wash clothes, yang biasa diperuntukkan untuk mandiin anak-anak. ukurannya yang kecil dan bahan katunnya lumayan menyerap kotoran dan ga makan tempat di diaper bag. Biasanya satu set isi 6 sampai 8 wash clothes, dan saya selalu beli yang merek carter's. Masih kepake banget sampai sekarang selalu ada di dalam handbag saya.
Ilustrasi wash clothes from www.babyworld.in
3. Ganti shampoo & sabun kemasan dengan soap bar
Nah kalau ini saya sempet bingung dan sulit konsisten, even sampai sekarang. Kadang kalau kita beli sabun atau shampoo 2 in 1 di botolnya gitu, waktu habis kita beli refillnya yang dibungkus plastik tebal. Plastiknya sih bisa didaur ulang jadi ecobrick, tapi ga semua orang mau ribet-ribet ngisi ulang apalagi jika botolnya susah dibuka seperti beberapa merek yang Alyaka pakai. Nah solusi untuk anak yang sering di rumah aja adalah mungkin bisa pakai soap bar yang kemasannya kertas, seperti merek Zwits*l. Ini lumayan mengurangi penggunaan botol dan plastik sekali pakai dalam satu siklus mandi. Kalau traveling baru pakai yang di botol.
4. Menyusui dan beri ASI selama yang Ibu mampu
MengASIhi itu baik dan bagusnya udah ga cuma buat bayi, buat ibu, tapi juga buat lingkungan. Kenapa gitu ya? Coba bayangin kalau setidaknya dalam 6 bulan pertama kasih ASI eksklusif instead of susu formula, ada banyak plastik kemasan susu maupun tin can yang butuh waktu 50-200 tahun untuk dapat terurai! Itu untuk satu barang aja, bayangkan ada berapa kaleng dan plastik yang dibuang gitu aja dalam 6 bulan ASI eksklusif, belum sampai beberapa tahun sesudahnya.
5. Pisahkan sampah plastik, kertas dan organik dan daur ulang semampunya
Image source ( https://poskod.my/cheat-sheets/need-know-mandatory-waste-separation-scheme/)
Di skala rumah tangga di Indonesia ini emang belum ada edukasi soal pemisahan sampah, padahal semuanya dimulai dari rumah masing-masing. Waktu di Swedia kemaren, saya belajar kalo pemisahan sampah dari rumah itu yang paling efektif daripada saat di TPA. Nah, caranya tu gampang kok, kita cuma perlu dua sampai tiga tempat sampah di rumah. Ga perlu yang mahal-mahal, yang harga 20.000 di tukang lewat juga udah oke. Pisahkan sampah organik (kulit buah, sisa sayur dll) dari kertas yang bisa didaur ulang, dan plastik sekali pakai. Plastik bisa dikumpulkan jadi ecobrick. Kertas dan tetra pack bisa disumbangkan ke bank sampah, dan organik bisa dijadikan ecoenzym atau tambahan Lubang Resapan Biopori (LRB). Yang paling penting, pisahkan tissue dan bekas popok sekali pakai dari sampah lainnya. Baca selemgkapnya soal waste sorting di google, ya.
6. Beli barang preloved
Duluuu banget, waktu saya baru punya anak, mana mau saya kasih barang bekas. Waktu itu aja bayangin abis dipake anak lain, duh, saya gak mau. Masih mampu beli baru. Tapi tahukah buibu kalau sebenernya beli secondhand itu membantu life span sebuah benda dan pakaian lebih lama?
Bayangin kalau setiap orangtua punya pemikiran kaya saya, lalu semuanya jadi konsumtif dan beli barang berlebih (uhuk, sounds familiar). Berapa pakaian dan kain yang end up in landfill? Berapa dari mereka yang cuma nambah-nambahin sampah bumi?
Beli secondhand ini, atau swap shop, sangat biasa kalau di Eropa. Barang yang dijual biasanya juga udah lewat quality control dan masih layak. Jadi kalau butuh barang-barang yang ga sering dipakai, misalnya ear muff untuk naik pesawat, rocker atau yang lain, pertimbangkan untuk beli barang preloved atau pinjam yang lain sebelum beli. Dulu waktu saya pindah ke Swedia pun barang bekas Alya banyak yang saya preloved jual lewat instagram, dan ternyata peminatnya banyak juga lho.
Nah alternatif lain mungkin juga bisa disumbangkan ke yang lebih membutuhkan. Atau kalau berencana nambah anak dalam waktu dekat, bisa disimpan dulu agar bisa digunakan kembali.
7. Pilih pakaian, selimut atau bahan lain dari katun
Bahan katun dari serat alami yang 100% katun, hanya butuh 2 sampai 5 bulan untuk dapat terurai. Beda dengan pakaian dari bahan sintetis seperti polyester atau nylon yang membutuhkan waktu relatif lebih lama, dan diproduksi dengan mengeluarkan banyak sekali carbon footprints. Cara ngetesnya bisa pakai tes bakar seperti yang diajarkan guru saya di ESMOD dulu, tapi kan ga mungkin kita ngetes bakar pakaian di toko ya :") Nah cara paling gampag adalah lihat komposisi bahan di care label, kalau 100% cotton masih aman, kalau udah ada campuran baru deh masuk ke sintetis. Saya pribadi lebih suka pakaian anak yang ga banyak aksen seperti emblem atau bordir, karena selain gak nyaman buat kulit mereka, pasti ada tambahan serat sintetisnya. Udah banyak ko brand-brand besar sampai lokal yang pakai katun 100% untuk pakaian bayi, dan ada variasi lain dari bamboo fibers.
Nah, kira-kira kalau dari saya baru ada tujuh cara di atas. Mungkin beberapa dari buibu ada yang punya hacks lain untuk merawat anak tanpa merusak bumi, boleh share di kolom komentar yaaa. Terimakasih, semoga bermanfaat!
Comments
Post a Comment