Digital Detox: Unplug & Reconnectt
Menjadi seimbang atau being balance itu sangat penting biar kita bisa mencapai potensi maksimal di keseharian kita. Namun, apa yang serigkali menghalangi kita merasa seimbang setiap harinya?
Well, saya ingin berbagi pengalaman saya pribadi.
Seperti yang beberapa kali sudah saya sampaikan, 2018 ini saya memulai proyek Grande yang kalo didengar kayaknya kok muluk sekali: I want to practice mindfulness and reach Wellness everyday. Saya sudah membuat plan-plan dan to-do list yang sudah saya atur sedemikian rupa seperti meditasi setiap pagi, makan dan minum dengan metode food combining dan alkaline plate, lalu olahraga agar terpenuhi semua kebutuhan mind, body and soul saya. Namun setelah 2 bulan memulai ini, selalu terasa ada big hole yang menghalangi saya untuk menjadi mindful, dan biasanya to do list itu ga tercapai semua karena menurut saya, saya selalu kekurangan waktu.
Sampai akhirnya saya sadar kalo bukannya kekurangan waktu, namun waktu yang saya miliki saya pakai untuk hal-hal yang bertentangan dengan tujuan saya sehari-hari: Saya terlalu sering dan terlalu banyak membuka social media.
Tanpa saya sadari membuka hp menjadi hal pertama yang saya lakukan setiap paginya. Saya cek setiap aplikasi chat dan memastikan membalas semua satu-satu. Lalu saya buka instagram dan saya pastikan saya membuka apa yang oranglain bagi. The first thing I do in the morning: terkoneksi dengan oranglain. Padahal, in order to find balance, saya harus connect dulu ke diri saya sendiri, baru mulai dengan yang lainnya, termasuk keluarga yang saya temui langsung.
Ini sejalan dengan banyak sekali praktisi wellness yang sudah mengingatkan kita untuk melakukan digital detox. Detoks digital termasuk mengurangi waktu bermain dengan gawai. Apalagi yang sudah jadi seorang orangtua, maka hal ini menjadi lebih mendesak karena kita harus membagi waktu berkualitas dengan si kecil dan memberi contoh baik salah satunya dengan tidak terlalu sering bermain gawai di depan mereka. Kalau kita sudah menghabiskan sekitar 4 jam dengan handphone dalam sehari, itu sudah termasuk ke dalam adiksi atau kecanduan, dan ini bahaya. Udah banyak saya rasa yang menulis dan membahas soal kecanduan hape ini.
Sebelum saya memulai digital detox ini, saya membaca sebuah artikel di mindbodygreen yang membahas soal efek samping internet. Menurut mereka, di tahun 2018 ini, kita perlu reassess the healthiness of our relationship with social media and online technology. Yang perlu dihighlight dari artikel tersebut adalah:
The more time we spend online = The higher our stress climbs.
Bahaya potensial dari penggunaan internet ini bahkan sejalan dengan apa yang telah dikatakan oleh Silicon Valley's most visionary leaders. Bahkan, salah satu tujuan facebook adalah "to consume mouch of your time and conscious attention as possible" (baca disini). Ngeri, kan ya?! Dan fakta yang bikin kaget lagi, kebanyakan orangtua di Silicon Valley melarang penggunaan gadget atau gawai serta social media buat anak-anaknya. Bahkan, Steve Jobs aja engga kasih anaknya iPad. Duh! Jadi mereka yang udah tahu dan aware tentang kemampuan dan bahaya penemuan mereka sendiri pun memilih untuk membatasi, kenapa kita malah harus mengkonsumsinya terus-menerus?
Akhirnya saya putuskan untuk membatasi penggunaan hp menjadi hanya maksimal 2 jam setiap harinya. Kita bisa dibantu oleh aplikasi seperti RealizeD yang dapat membantu tracking screen time kita dalam satu hari (you thank me later! :p)
Kira-kira begini bentukan saya kalau terlalu engaged dengan smartphone saya LOL
Setelah kurang lebih seminggu melakukan digital detox, saya menjadi lebih jarang merasa 'kosong'. Kini saat sedang tidak ada kerjaan saya habiskan waktu dengan membaca. Saat di rumah saya habiskan waktu bersama anak tanpa membagi perhatian. Saat butuh kerja dengan handphone saya pastikan saya hanya membuka aplikasi yang saya perlukan dan menahan diri untuk tidak tergoda membuka social media. Efek sampingnya? Tentu saja saya lebih hepi. Daaan anxiety yang sering muncul karena melihat konten yang dibagikan orang lain (yang perlu digarisbawahi, seringnya ga esential dan relevan dengan kehidupan kita) udah jarang muncul. Dan lagi saya jadi lebih memperhatikan sekitar, lebih banyak terhubung langsung dan bicara tatap muka dengan orang yang saya temui di sekitar saya, yang berimbas pada adanya kepuasan karena terpenuhi kebutuhan sosial saya untuk berinteraksi. And it feels so good.
So in the end... I want to ask you all to consider doing this: Unplug and reconnect to real life. It's time for us all to log off, power down, and make mindful decisions about our choice to connect.
Good luck!
Sangat menginspirasi yaa Tan... aku lagi ngrasain semacam perasaan "kosong" dan terlalu fokus sm gadget.. Aku bakal praktekin ini.. Semoga berhasil dan sanggup bertahan :D
ReplyDeleteAamiin! Semangat Vety. Kuncinya di konsisten aja sihhh. Kalo aku kemaren masih butuh bantuan tracking app. Kalo sekarang udah bisa agak 'conscious' gitu jadi bisa sadar sendiri abis scrolling kelamaan (yang padahal juga bentar) hehe.
Delete