UNDIVIDED (#selfreminder)
Saat pertama kali jadi ibu, bawaannya pasti pengen seluruh dunia tahu betapa bahagianya kita dapet anugerah seorang anak. Dikit-dikit foto, upload. Dikit-dikit nyetatus betapa lucunya anak sedang tidur, kenyang nenen, berjemur, dan sebagainya. Tanpa kita sadari, betapa tangan ini lengket dengan gawai smartphone bisa jadi hal yang malah balik merugikan kita (dan si kecil, tentunya).
I've read so many articles about the harmfull side effect of smartphone. Bahaya radiasi, terutama. Namun karena radiasi, mungkin sama seperti carbon footprints - karena ga kelihatan jadi ga terlalu kita perhatiin (atau kita anggap nyata?) Pun ada kemungkinan hal-hal tersebut hanyalah sebuah mitos. Pernah ga berpikir kalo kita terlalu sering main hp dekat si kecil, memang benar efek buruk dari radiasi ini bisa berimbas ke anak kita?
Tapi tenang, Anda yang suka mengasuh anak sambil main hp scrolling instagram dan dikit-dikit upload instastories, anda ga sendirian kok. Banyak tulisan yang udah dipubish untuk mencaritahu apa sebenernya yang bikin buibuk ini melakukan kecenderungan itu. Salah satunya yang pernah saya baca di kompasiana adalah karena si Ibu krisis identitas. Pembelaan yang paling benar mungkin:
"Ya ga juga ah, kita kan cuma cari hiburan yang paling gampang di tengah sibuknya ngurus anak"
atau
"Kan kita cuma mau bagiin kelucuan si kecil ke teman-teman dunia maya supaya ketularan bahagia"
Mengutip isi artikel itu:
Sarah Schoppe-Sullivan, Profesor of Human Sciences and Psychology, di The Ohio State University, AS, mengatakan bahwa ibu yang terlalu rajin mengunggah foto bayi atau anak di media sosial bisa jadi sedang mengalami krisis identitas sehingga mencari pujian dan sanjungan dari teman-temannya di media sosial.
Yang pertama, mereka khawatir dan ga PD melakukan tugas barunya sebagai seorang ibu. Kedua, mereka mencari pembenaran dengan upload kondisi anak yang baik-baik saja, berharap mendapat feedback positif sehingga meredam kekhawatiran mereka itu.
Namuuun... sebenernya ga ada yang salah sama upload foto dan instastories anak, tapi kita juga harus tahu batas. Jangan jadikan aktivitas itu mengganggu interaksi kita dengan si kecil. Jangan jadi pasif main hp dan jari jemari hanya menghubungkan si kecil dengan dunia maya lalu meninggalkan tugas utama kita sebagai figur interaksi utama anak. Apalagi kalau kita termasuk working mom, waktu terbatas harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin bersama anak. Kalau bisa, every second spent counts as a quality time.
Dalam buku yang sedang saya baca, Wealth Wisdom terbitan Kompas Gramedia, ada definisi dari quality time oleh Gary Chapman:
Memiliki quality time dengan seseorang berarti memberikan perhatian sepenuhnya (undivided attention) kepada orang itu.
Kalau quality time bersama anak berarti juga harus selalu mendokumentasikan kegiatannya dengan gawai, otomatis atensi kita terpecah antara main sama anak dan main hp. Lalu dimana letak kualitasnya? Apakah anak selalu hepi saat anda merekam mereka? Instead of looking at their mother's face, mereka malah lihat bagian belakang handphone. Bagaimana bisa berinteraksi? Ingat kuncinya adalah di kata undivided. Jangan terbagi, jangan dibagi.
Pada akhirnya, yang paling bener memang 'quality over quantity'. Ayo jadikan setiap momen bersama anak jadi berkualitas dengan mengurangi penggunaan smartphone di dekat mereka. Yuk!
Salam sayang,
-Tania-
P.S: Tulisan di atas adlah sebagai pengingat terutama untuk diri saya sendiri, alias #selfreminder. Hampir semuanya adalah pendapat saya pribadi, bebas untuk setuju dan bebas untuk tidak :) Tidak ada penghakiman, hanya berharap bisa sedikit mencerahkan.
nice post, tania :)
ReplyDeleteisi blognya berbobot. dengan senang hati aku follow :)
salam kenal.
boleh blogwalking www.tulisanamali.com